Senin, 16 November 2009

“PALANGKA RAYA” Ibukota Indonesia Masa Depan


Hari ini lagi-lagi saya membutuhkan waktu 2 jam untuk menuju ke kantor. Padahal seharusnya jarak tempuh dari rumah saya ke senayan hanya membutuhkan waktu 30 menit. Luar biasa. Jakarta benar-benar telah menjadi korban “penjajahan” Jepang. Bayangkan saja, berapa ribu Toyota menjejali jalanan di Jakarta. Berapa banyak Suzuki meliak-liuk diantara ribuan mobil-mobil buatan Jepang….andaikan saja waktu itu PTPN tak sekedar memproduksi CN 235….mungkin sudah ada motor Gatotkaca, atau Mobil Bima turut memadati Jakarta. Tapi mungkin juga tidak, karena demi gengsi masyarakat telah terbiasa mengorbankan kecintaannya pada produksi dalam negeri.

Tiba-tiba saya teringat sambutan singkat Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum di Komisi IX DPR RI, intinya, Gubernur Kalimantan Tengah itu mengusulkan agar ibukota Republik Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Palangkaraya. “Setelah 25 tahun, ibukota bisa dipindahkan ke ibukota provinsi lainnya agar mempercepat pemerataan pembangunan, “ katanya waktu itu.

Wah, pasti banyak protes dilayangkan seandainya kebijakan tersebut ditempuh pemerintah pusat. Tidak dapat dibayangkan berapa banyak gedung yang harus dibangun di Palangkaraya untuk mencukupi kebutuhan sebagai ibukota negara.

Usulan tersebut sepintas terdengar ekstrim memang. Apalagi jika kita melihat kondisi fisik Palangkaraya saat ini. Boro-boro menemukan supermall sekelas Plaza Senayan disana, atau Hotel berbintang lima layaknya JW Marriot....di Palangkaraya paling-paling kita hanya dapat jumpai Dandang Tinggang sebagai hotel berbintang dua sebagai andalan untuk menampung tamu-tamu dari ibukota negara dan Palangkaraya Mall yang tingginya hanya 3 lantai....

Sebenarnya pemikiran tersebut bukan kali pertama. Presiden RI 1 Sukarno pernah mengemukakan gagasan serupa. Sementara dalam prakteknya, ibukota negara pernah berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta dan Bukitinggi, Sumatera Barat di masa revolusi dengan alasan keamanan. Setelah masa perjuangan selesai, Ibukota kembali dipindahkan ke Jakarta.

Sangat sulit memang membayangkan, ibukota negara di pindahkan ke lain kota. Tak dapat dibayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan. Berapa banyak perwakilan negara harus dipindahkan..belum lagi kantor-kantor pusat yang begitu banyak tersebar seantero Jakarta.

Namun, tak ada salahnya usulan yang terlihat ekstrim itu dipertimbangkan. Sebab program transmigrasi ternyata tak cukup mampu memperlambat laju urbanisasi dari daerah ke Jakarta. Percuma rasanya, pemerintah DKI Jakarta melakukan razia KTP pada para pendatang baru. Dimana ada gula di situ ada semut. Jadi kalau mau mengusir semut ke tempat lain, seharusnya kita pindahkan letak gulanya...begitu pemikiran mudahnya.

Ibarat lampu, dan penduduk sebagai laron, begitu pula Jakarta yang tetap memiliki daya tarik luar biasa bagi urbanisasi. Sebab kenyataannya adalah memang lebih mudah mencari kerja di Jakarta daripada ke kota lain.

Sementara di lain sisi, kita juga tidak dapat menihilkan, berapa sentimeter permukaan Jakarta tenggelam tiap tahunnya. Tidak sekedar akibat dibangunnya gedung-gedung pencakar langit, dan digalinya tanah untuk mencari sumber air artetis tapi juga akibat menumpuknya penduduk, mobil, kendaraan....wajar bila pemeintah DKI Jakarta selalu gagal dalam mengatasi bencana banjir....

Wajah Jakarta 20 tahun mendatang ?? Wajah Jakarta 50 tahun mendatang ? atau jangan-jangan 60 tahun mendatang, Jakarta sudah tidak ada dalam peta dunia.....mungkin?

Namun tak sekedar karena itu wacana memindahkan ibukota negara perlu didiskusikan secara serius. Bergolaknya daerah menuntut kemerdekaan tak dapat dipungkiri disebabkan karena tidak meratanya pembangunan. Andai saja ibukota negara pindah ke Jayapura misalnya, mungkin KPK sudah membuat gerah para oknum pejabat yang tega “memakan” dana otonomi khusus .....

Atau andaikan saja ibukota negara pindah ke Palangkaraya....alangkah indahnya. Sebagai Sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya sangat tepat untuk dijadikan ibukota negara karena secara geografis Palangkaraya juga berkedudukan sebagai Pusat Pembangunan Wilayah Bagian Tengah, sebab dilalui oleh Jalan Lintas Kalimantan Poros Selatan, menjadikan kota ini sangat strategis.

Luas wilayah kota Palangkaraya yang ditunjang dengan potensi sumber daya alam yang tinggi serta hutan yang lebat, memberikan peluang untuk dijadikan hutan kota yang melindungi udara dari polusi dan kerusakan lahan.

Minimal, untuk menghidupkan lampu, Kota Palangkaraya tidak perlu mengimpor batu bara dari pulau lain seperti halnya Jakarta yang harus mengimpor batubara dari Kalimantan.Untuk pelabuhan utama, kota Sampit siap untuk dikembangkan menjadi pelabuhan internasional. Jika ibukota negara pindah ke Palangkaraya, niscaya pergerakan kemajuan Indonesia Timur dapat lebih berputar dengan cepat.

Seelok apa pun konsep otonomi daerah dikembangkan dan dibangun, namun jika pada kenyataannya pembangunan masih bersifat sentralistik di Jawa, pembangunan untuk Indonesia bagian Timur akan tetap terseok-seok. Sebab Jakarta tak sekedar menjadi pusat pemeintahan, melainkan juga telah menjadi inti dari pergerakan ekonomi Indonesia.

Tak seperti halnya di Amerika yang memisahkan antara pusat pemerintahan dan pusat bisnis. Di Amerika, pusat pemerintahan dikembangkan pada bentangan antara Washington DC hingga ke New York. Sementara untuk industri diarahkan pengembangannya di Chicago, Springfield, Illinois.

UU Tata Ruang pun tak akan sanggup menjadi payung bagi pembenahan tata ruang bagi DKI Jakarta. Kemacetan akhirnya hanya akan menjadi derita yang tak berkesudahan bagi Jakarta. Kepadatan penduduk yang jauh melebihi ambang batas, pencemaran udara akibat polusi kendaraan bermotor, penderita Infeksi Saluran Pernafasan yang meningkat pesat tetap akan menjadi catatan yang makin melesat jumlahnya melebihi kecepatan deret hitung.

Jika itu terus berlanjut, berapa banyaknya jumlah polisi pun disebar tetap tidak akan sanggup menumpas preman yang akan terus tumbuh seiring dengan bertambahnya jumlah pengangguran yang kelaparan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar